Selasa, 18 Mei 2010

browser untuk autis

Zac Browser - Browser untuk anak penderita autis


Seiring dengan dengan perkembangan zaman yang sekarang sudah memasuki era informasi, maka internet sudah menjadi bagian hidup untuk sebagian orang, baik anak-anak, anak muda, maupun orang yang sudah berusia lanjut (kebanyakan di luar negeri).


Biasanya internet digunakan oleh orang yang normal-maksudnya orang yang sempurna fisik dan mentalnya, tetapi hal ini sekarang tidak berlaku lagi.

Sekarang internet sudah dapat dinikmati oleh orang yang mempunyai keterbatasa (cacat). namun tentu saja hal itu disesuaikan dengan kondisinya. Salah satu aplikasi yang kini dapat dinikmati oleh orang yang cacat adalah browser yang berfungsi untuk berselancar (surfing) di internet.

Namanya adalah Zac Browser.

Pada awalnya browser ini dikembangkan khusus untuk digunakan oleh anak-anak penderita autis. Di dalam browser ini terdapat fitur game dan aktivitas khusus bagi anak-anak autis tersebut.

Kelebihan lainnya adalah Zac browser ini mempunyai forum yang bisa digunakan untuk berbagi pengalaman dan sumber informasi.

Anda tertarik dan ingin mencobanya ?

IBU

Tahun yang lalu, ketika ibu saya berkunjung, ia mengajak saya untuk berbelanja bersamanya karena dia membutuhkan sebuah gaun yang baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi berbelanja bersama dengan orang lain, meskipun itu ibu saya. Saya bukanlah orang yang sabar. Tapi, kami putuskan juga berangkat ke pusat perbelanjaan tersebut. Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita. Dan ibu saya mencoba gaun demi gaun dan mengembalikan semuanya. Seiring hari yang berlalu, saya mulai lelah, gelisah, dan ibu mulai frustasi.

Akhirnya pada toko terakhir yang kami kunjungi, ibu mencoba satu stel gaun biru yang cantik, terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi lehernya. Dan karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam ruang ganti pakaian. Biar semuanya cepat beres. Saya melih at bagaimana ia mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah mencoba untuk mengikat talinya.
Ternyata, Tuhan…, tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi. Dan ibu dia tidak dapat menalikan gaun itu. Seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang begitu dalam kepadanya. Dada saya sesak, napas aya panas. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata yang keluar tanpa saya sadari. Saya terisak.

Setelah mendapatkan ketenangan, saya kembali masuk ke kamar ganti, dan menahan tangis melihat gemetar tangan ibu, membantunya mengikatkan tali gaun tersebut. Pakaian ini begitu indah, dan ibu membelinya. Perjalanan belanja kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat terlupakan dari ingatan saya. Sepanjang sisa hari itu, pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam ruang ganti pakaian tersebut, dan ter bayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengikat tali blusnya. Tangan yang gemetar….

Kedua tangan yang penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya, sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling membekas dalam hati saya. Kemudian pada sore harinya, saya pergi ke kamar ibu saya, mengambil tangannya, menciumnya…. Dan yang membuatnya terkejut. Saya mengatakan pada ibu, kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini. Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan mata baru, betapa bernilai dan berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu. Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri, keindahan tangan Ibu….

surat cinta untuk "Marshanda"

Marshanda yang lagi nangis dicari disana dan disini.

Dan di keremangan malam, Bang Noordin menorehkan tinta. Menulis surat.

Untuk Marshanda. Dek Chacha terchintha.

“Abang akhirnya bisa nemu warnet, Dek. Abang liat video Adek. Ngomongin Abang. Iya kan? Video ‘For Ex Boyfriend’ itu buat Abang kan, Dek?”

“Adek, Abang masih hidup. Ndak usah Adek bersedih begitu.”

“Yasudahlah, cinta kita memang harus berakhir. Abang tau Adek dendam pada Abang. Tapi Abang memang harus punya banyak istri, Dek. Demi cita-cita Abang, Dek..”

“Tentang Adinda Mutiara Sabila, kalo Adek memang masih marah, kirim saja alamatnya, Dek. Abang bisa suruh anak buah bantu pasang sekerat dua kerat bom di rumah temen SD Adek itu.”

“Dan tentang Muhammad Dafi Widodo, kok Adek ndak pernah cerita sih? Kalo ada lelaki yang pernah meng-insult Adek (eh, insult itu apa tho Dek, artinya?), biar Abang yang turun tangan sendiri.. Kalo perlu nanti eksekusinya Abang panggil tayangan eksklusip dari tipi-tipi terkemuka itu, Dek..”

“Adek, kemaren Abang dikejar-kejar Densus. Abang sembunyi di ladang jagung. Ah. Serasa ada rambut Adek dimana-mana..”

“Abang juga minta satu hal kepada Adek. Adek sebaiknya pura-pura sakit. Atau gila. Biar Adek ndak diperiksa polisi. Abang ndak mau Adek dikarungin lalu disetrum-setrum sama polisi. Janji ya, Dek..”

“Salam peluk cinta.”

“Dari calon pengantin bidadari. Bang Noor.”

Lembar kertas diamati.

Dikecup. Dilipat.

Dan dimasukkan amplop.

Menunggu dikirim.